![]() |
| USS Montgomery di Laut China Selatan |
Kapal tempur pesisir USS Gabrielle Giffords meninggalkan
pangkalan angkatan laut Changi Singapura dalam misi pada 15 November, menurut
informasi pelacakan kapal, sementara USS Montgomery melakukan operasi bersama
dengan dua kapal perang Australia antara 6 dan 12 November.
Sebagaimana dilaporkan
South China Morning Post Rabu 20 November 2019, kedua kapal aktif di Laut China
Selatan, salah satu rute pengiriman tersibuk di dunia, di mana China mengklaim
sebagian besar wilayah tersebut.
Upaya Beijing untuk memperluas kehadiran militernya di kawasan
itu dengan membangun pos-pos militer dengan lapangan terbang, radar, posisi
rudal dan pelabuhan laut di pulau-pulau buatannya telah ditantang oleh Amerika
Serikat, yang sering mengirim kapal perang melewati terumbu yang disengketakan
dengan menyebutnya sebagai Operasi “kebebasan navigasi”.
Menteri Pertahanan Amerika Mark Esper pada hari Selasa 19
November 2019 mengatakan bahwa Amerika sedang melakukan lebih banyak patroli di
Laut China Selatan untuk mengirim sinyal ke China.
Sebagian besar kapal yang digunakan dalam misi navigasi
sebelumnya adalah perusak atau penjelajah rudal berpemandu
Tetapi kapal-kapal
tempur pesisir memiliki keuntungan unik di wilayah ini. South China Sea
Strategic Situation Probing Initiative, sebuah lembaga think tank yang
berafiliasi dengan Lembaga Penelitian Kelautan Universitas Peking dalam
laporannya mengatakan draf rendah kapal memberi mereka akses yang lebih baik ke
perairan dangkal, yang akan membantu upaya untuk melakukan misi pengintaian di
terumbu yang tersebar dari rantai Spratly yang disengketakan. Kecepatan mereka
yang bisa mencapai hingga 50 knot juga merupakan keuntungan dalam
misi kebebasan navigasi, kata laporan itu.
Berkat desain modular mereka, kapal juga dapat dengan cepat
beralih untuk melakukan misi tempur atau operasi anti-ranjau dan anti-kapal
selam.
Secara khusus, USS Gabrielle Giffords, yang dilengkapi dengan
rudal anti-kapal canggih, dapat melengkapi operasi Armada Ketujuh.
Pada awal Oktober, kapal melakukan tes penembakan rudal serangan
laut dengan jangkauan 185km. Sebuah tes pertama rudal siluman di kawasan
Indo-Pasifik.
“Pengerahan kapal mewakili perubahan dalam strategi
Angkatan Laut Amerika di Laut China Selatan yang menunjukkan bahwa komandan
mulai fokus pada cara-cara praktis untuk meningkatkan kemampuan serangan mereka
di wilayah ini dengan secara proaktif mencari pencegahan militer dan
mempersiapkan potensi konflik militer,”, kata laporan itu sebagaimana dikutip
South China Morning Post.
Namun, komentator militer yang bermarkas di Hong Kong, Song
Zhongping mengatakan bahwa Gabrielle Giffords dan Montgomery tidak menimbulkan
ancaman yang signifikan terhadap pulau-pulau dan terumbu karang yang dikuasai
China di Laut China Selatan karena mereka tidak memiliki kemampuan siluman dan
rapuh.
“Sebagai tanggapan, pihak China bisa memperkuat rudal anti kapal
berbasis darat dan pesawat atau bahkan penyebaran kapal induk di masa depan,”
kata Song.
Song menambahkan bahwa program kapal tempur pesisir tampaknya
tidak begitu populer dengan Angkatan Laut Amerika, tetapi pembuat kapal-kapal
itu mungkin ingin menjualnya kepada sekutu-sekutu Amerika di wilayah tersebut.
“Jadi untuk menyebarkannya di wilayah itu juga bisa menjadi iklan,” katanya.(Jejaktapak)
