Ket Foto: Ilustrasi resesi seks. (Pixabay) |
Mediaapakabar.com - Rresesi seks tengah menghantui sejumlah negara, mulai dari China sampai dengan Korea Selatan disebut-sebut tengah menghadapi adanya fenomena tersebut.
Resesi seks ini berkaitan dengan masyarakat yang mulai ogah melakukan hubungan seks. Hal tersebut tentu saja berimbas pada angka kelahiran yang perlahan mulai mengalami penurunan.
Resesi seks ini pertama kalinya diumumkan oleh penulis Kate Julian di The Atlantic pada tahun 2018.
"Beberapa ahli yang saya ajak bicara menawarkan penjelasan yang lebih lengkap terkait penurunan seks. Misalnya, tingkat pelecehan seksual masa kanak-kanak yang menurun dalam beberapa dekade terakhir, dan pelecehan dapat mengakibatkan perilaku seksual dewasa sebelum waktunya dan seks bebas," tulis Julian di The Atlantic.
Hal tersebut terjadi di Korea Selatan. Di bulan Agustus 2022, muncul laporan bahwa angka kesuburan di Korea Selatan mencapai prestasi yang cukup rendah, di mana angka kesuburan di negara tersebut berada pada angka 0,81 persen per tahun 2021.
Fenomena resesi seks ini tentu saja bisa menjangkiti negara manapun. Terlebih fenomena ini disebut dipicu akibat gaya hidup sampai dengan tuntutan pekerjaan yang membuat rasa enggan melakukan seks semakin besar.
Lantas, bagaimana dengan negara Indonesia? Apakah fenomena resesi seks ini berpotensi terjadi di Indonesia? Simak fakta-faktanya berikut ini.
Bisa saja terjadi meskipun melalui proses yang masih panjang
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan, resesi seks ini mungkin saja terjadi di Indonesia.
Namun, proses terjadinya fenomena tersebut masih panjang, dan tidak akan terjadi dalam waktu yang dekat.
Indonesia jadi negara yang cukup banyak menunda memiliki anak dan menikah
Menurut Hasto, masyarakat Indonesia masih ‘doyan’ menikah. Tidak hanya itu, kebanyakan orang Indonesia yang menikah juga mempunyai tujuan pro-kreasi atau keinginan untuk mempunyai anak.
Meskipun usia pernikahan di Indonesia kerap kali diundur karena banyak yang memilih untuk menempuh studi, karier, dan sebagainya.
Hasto menerangkan bahwa di Indonesia sendiri memang cukup banyak yang telah menunda mempunyai anak dan menikah, terlebih lagi masyarakat di kota-kota besar.
Mementingkan kebutuhan dan kesejahteraan pasangan
Misalnya wanita, dewasa ini kebanyakan lebih mementingkan adanya kesejahteraan dan kualitas hidup bersama pasangannya.
Sementara, bagi para pria biasanya yang memilih untuk tidak memiliki anak. Para pria biasanya lebih mementingkan kebutuhan menyalurkan gairah seksual dalam hubungan pernikahan.
Hal tersebut tentu saja akan terus terjadi dan kuantitasnya akan bertambah, jadi bukan tidak mungkin resesi seks bisa saja terjadi di Indonesia. (SC/MC)