Mediaapakabar.com - Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara (Sumut) curiga ada permainan dalam penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), yang membuat sejumlah petani kesulitan memperoleh pupuk subsidi.
Apalagi dalam sidak Ombudsman di salah satu gudang penyangga milik PT Pupuk Indonesia yang ada di Dusun I Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah, menemukan ratusan ton pupuk bersubsidi menumpuk.
"Waktu kita datang ke gudang milik PT Pupuk Indonesia, di sana saya perkirakan ada ratusan ton pupuk subsidi jenis phonska/NPK, namun sayangnya sewaktu kita ke gudang, kepala gudang tidak mau memberikan penjelasan kepada Ombudsman. Karena ada ketertutupan, jadi di situ Ombudsman menjadi curiga ini ada sesuatu yang tidak beres. Jadi kami akan melakukan penyelidikan, pengusutan terkait ini," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, Selasa (30/5/2023).
Kelangkaan pupuk, sebut Abyadi, membuat petani di sejumlah wilayah di Sergai terpaksa membeli pupuk non subsidi. Namun ironisnya, ketika pihaknya justru melihat stok yang begitu banyak tertimbun di dalam gudang.
Abyadi pun meminta agar distribusi pupuk di Sergai diselidiki karena dinilai tak wajar, dan dia meminta agar Polda Sumut dan aparat penegak hukum di Sergai ikut menyelidiki hal tersebut.
"Oleh karena itu, selagi Ombudsman melakukan pendalaman atas temuan ini, kami minta agar penegak hukum polisi dalam hal ini Polda Sumut, Kejaksaan Tinggi untuk melakukan penyelidikan ke distributor pupuk, jangan kita biarkan masyarakat, petani kita kesulitan, sementara pupuknya ada," kata Abyadi.
Kelangkaan pupuk subsidi di Sergai telah dirasakan sejak beberapa bulan lalu. Hal itu menyebabkan petani semakin kesulitan, sebab harus membeli pupuk non subsidi yang jauh lebih mahal.
Menurut Abyadi, keresahan para petani atas kelangkaan pupuk bersubsidi dan mahalnya harga di pasar harus direspons oleh semua pihak, aparat penegak hukum diharapkan segera turun, jangan dibiarkan mafia-mafia pupuk ini menyusahkan petani.
I Ketut Yada, Ketua Kelompok Tani Tunas Harapan, mengatakan, setiap memasuki musim tanam seperti saat ini, petani pontang panting mencari pupuk subsidi. Sebenarnya petani yang sudah tergabung dalam kelompok tani dan memiliki Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) berhak memperoleh pupuk subsidi.
Namun faktanya, petani selalu kesulitan mendapatkan pupuk subsidi sesuai kebutuhan. Belum lagi ketersediaan pupuk pascamusim tanam sering tidak ada.
"Sebenarnya melalui RDKK sudah bisa mengusulkan dan membeli pupuk subsidi, namun kebutuhan itu pun kadang tidak bisa dipenuhi. Petani tetap sulit dapat pupuk. Kebutuhan sangat kurang, kami ada 70 hektare sawah yang diberi hanya 60 ton dari 165 orang petani," ujar Ketut Yada.
Karena tak punya pilihan, petani kemudian membeli pupuk non subsidi yang harganya cukup terpaut jauh. Hal ini juga mempengaruhi harga tanam padi yang jauh lebih tinggi.
"Kalau tidak ada subsidi, kita terpaksa beli yang non subsidi, harganya jauh lebih tinggi, subsidi sekitar Rp 150 per sak, sementara yang tidak subsidi Rp 500 ribu per sak," ujarnya.
Kesulitan mendapatkan pupuk subsidi, kata Ketut Yada, kerap menghantui para petani. Pihaknya sangat berharap agar pemerintah memperhatikan ketersediaan pupuk subsidi.
“Pada intinya pupuk subsidi itu sangat kurang .Kita butuh 10 kilogram pupuk hanya yang ada hanya 3 kilogram saja. Itulah yang petani rasakan saat ini. Kita harap agar pemerintah memperhatikan hal ini," pungkasnya. (MC/RED)