Ket Foto: Polisi menggerebek penampungan PMI ilegal di Batam. (Dok Polsek Bengkong). |
Mediaapakabar.com - Polisi menggerebek rumah yang dijadikan penampung calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal di kawasan Tanjung Buntung, Kecamatan Bengkong, Kota Batam.
Sebanyak 11 orang calon PMI ilegal diamankan dan 2 orang pengurus ditetapkan tersangka.
"Unit Reskrim Polsek Bengkong melakukan penggerebekan di sebuah rumah yang diduga menjadi lokasi penampungan PMI ilegal di Perumahan Golden Prima, Tanjung Buntung, Kecamatan Bengkong, Kota Batam, Senin (1/8). Dari pengungkapan itu 2 orang ditetapkan tersangka dan 11 orang CPMI ilegal," kata Kapolsek Bengkong AKP Muhammad Rizqy Saputra, Jumat (4/8/2023).
Dua orang pengurus PMI ilegal tersebut ialah AR (50) seorang laki-laki dan YU(37) seorang perempuan. Para pelaku diketahui sebagai pemilik rumah yakni AR dan YU sebagai penjaga serta pengurus PMI ilegal di penampungan.
"Setelah dilakukan gelar perkara, dua pengurus tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka. YU bertanggung jawab mengawasi para CPMI. Sedangkan AR merupakan pemilik rumah dan juga bertugas menjemput CPMI ke Bandara Hang Nadim saat tiba di Batam.," ujarnya
Belasan PMI yang ditampung di rumah tersebut rencananya akan diberangkatkan ke Singapura. Mereka rencananya akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (ART).
"Saat rumah tersebut didatangi, ditemukan adanya belasan perempuan yang diduga akan dijadikan sebagai PMI dan rencananya akan ditempatkan di Singapura. Setelah dilakukan pengecekan, tidak ditemukan adanya dokumen-dokumen resmi sebagai penyalur PMI ke luar negeri dan dipastikan bahwa penampungan tersebut ilegal," ujarnya.
Hasil pemeriksaan polisi kepada dua tersangka, perbuatan mereka sudah lebih dari sekali. Para pelaku biasanya mengirim para PMI ke Singapura melalui Pelabuhan Internasional Batam Center.
"Hasil pemeriksaan AR telah banyak mengirim CPMI untuk bekerja ke Singapura melalui Pelabuhan Internasional Batam Centre. Para CPMI itu berangkat ke Singapura hanya bermodalkan paspor, berpura-pura sebagai wisatawan," ujarnya.
"Untuk pelaku AR yang menjemput dan mengantar para PMI ini mendapat upah 50 Dolar Singapura atau setara Rp 500 ribu per PMI. Sedangkan pelaku YU ini mendapat gaji bulanan sebesar Rp 3,5 juta," tambahnya.
Dari hasil pemeriksaan para pelaku juga diketahui ternyata para PMI itu dipesan oleh seorang WNA asal Singapura. Pelaku biasanya menanggung semua akomodasi para PMI berangkat dari kampung halaman hingga ke Singapura.
"Jadi modusnya, para PMI yang sudah sampai di Singapura oleh WNA (DPO) tersebut mereka diminta mencari keluarga atau teman di kampungnya yang ingin bekerja di Singapura. Akomodasi dari tiket hingga ke Singapura ditanggung. Nah sampai di Batam diurus oleh dua pelaku tersebut," jelasnya.
Rizqy mengatakan, saat ini pihaknya masih terus melakukan penyidikan untuk mengembangkan kasus tersebut. Pihaknya masih melakukan pendalaman jaringan PMI tersebut.
"Kita masih terus kembangkan untuk mencari pelaku lainnya yang terlibat. Belasan CPMI itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti dari Jawa, Sulawesi dan daerah lainnya," ujarnya.
Atas perbuatannya kedua pelaku dijerat dengan pasal perlindungan pekerja migran Indonesia. Keduanya terancam kurungan penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 15 miliar. (DTS/MC)