Foto: Tangkapan layar sidang MK-(YouTube Mahkamah Konstitusi) |
Mediaapakabar.com- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pilkada 2024 harus dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dalam UU Pilkada, yakni November 2024.
MK mengatakan perubahan jadwal dapat mengganggu tahapan Pilkada dan Pemilu 2024. Hal tersebut ditegaskan MK dalam putusan nomor 12/PUU-XXII/2024, Selasa (05/03/2024).
MK sebenarnya menolak gugatan yang diajukan oleh pemohon bernama Ahmad Al Farizy dan Nur Fauzi Ramadhan yang pada intinya meminta agar MK menyatakan caleg terpilih harus mundur jika ikut sebagai calon kepala daerah.
Keduanya menggugat pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1/2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. MK menolak seluruh permohonan pemohon.
" Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar MK.
Namun dalam pertimbangannya, MK menyinggung soal jadwal Pilkada 2024 yang telah ditetapkan dalam UU terkait Pilkada, yakni digelar pada November 2024. MK menyatakan jadwal itu harus dilaksanakan secara konsisten.
Bahwa mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan Pilkada yang telah ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan Pilkada secara nasional, Mahkamah perlu menegaskan ihwal jadwal yang telah ditetapkan dalam pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, 'Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024'.
Oleh karena itu, Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai. " Artinya, mengubah jadwal dimaksud akan dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan Pilkada serentak," ujar MK.
Dalam putusan itu, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyampaikan pendapat berbeda. Dia menilai harusnya permohonan pemohon dikabulkan dan pasal terkait diubah agar caleg terpilih menyatakan secara tertulis pengunduran diri jika maju dalam Pilkada. (MC/Dtc)