Foto: Ilustrasi THR (Aristya Rahadian/CNBC Indonesia). |
Mediaapakabar.com- Gempar kabar tunjangan Hari Raya (THR) kena pajak. THR selama ini memang menjadi bonus yang dinanti-nanti, khususnya bagi mereka yang akan mudik atau sekadar berbelanja kebutuhan Lebaran.
Pemberian THR oleh pemerintah kepada PNS/Pensiunan dan oleh perusahaan kepada para pekerjanya menjadi ciri khas budaya Indonesia setiap menjelang Lebaran dan diatur oleh pemerintah.
Namun, THR bagi pekerja akan dikenakan potongan pajak. THR bagi pegawai swasta akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan cara dipotong oleh perusahaan untuk disetorkan ke kas negara.
Dalam buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disebut penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
Penghasilan berupa seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya.
Termasuk dalam hal ini bonus, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur, dan lain sebagainya. Secara garis besar, pemotongan PPH Pasal 21 menggunakan dua tarif pemotongan, yaitu tarif berdasarkan pasal 17 ayat (1) huruf a. undang-undang PPh atau biasa disebut dengan tarif umum dan tarif efektif pemotongan PPh pasal 21 atau biasa disebut TER.
TER terbagi atas Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian. Tarif Efektif Bulanan dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak pada awal tahun pajak. TER Efektif Bulanan terbagi menjadi kategori Kategori A, Kategori B dan Kategori C.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan jumlah pajak memang lebih besar di bulan terimanya THR karena komponen penghasilan yang diterima pegawai bertambah.
Meski begitu, ia menekankan bahwa penerapan metode penghitungan PPh pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung wajib pajak selama setahun. Pasalnya, TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari-November.
" Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari-November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama,” tambahnya.
Menurut Dwi, jika menggunakan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER, pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17, yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR.
Dengan penerapan TER, pemotongan akan digabung. " Dengan penerapan TER, maka pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER,” katanya.
Misalnya A yang berstatus belum kawin dan tanpa tanggungan (TK/0) menerima gaji pada Februari sebesar Rp6 juta. Kemudian pada Maret, ia menerima gaji Rp12 juta karena ada THR.
Maka, pada Februari A dikenakan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 0,75 persen sehingga kena potongan Rp45 ribu. Sementara pada Maret, dikenakan tarif efektif bulanan 4 persen sehingga kena potongan Rp480 ribu. (MC/RED)