Mediaapakabar.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa Syamsul Chaniago alias Syamsul (56) melalui Penasihat Hukumnya (PH).
PH Syamsul mengajukan eksepsi atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mendakwa kliennya melakukan penipuan dan penggelapan dengan modus menjanjikan pekerjaan proyek di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU).
Dalam putusan selanya, Majelis Hakim yang diketuai Lenny Megawaty Napitupulu menilai surat dakwaan JPU sudah jelas, cermat, dan lengkap. Sehingga, tak beralasan hukum untuk mengabulkan eksepsi tersebut.
"Mengadili, menyatakan eksepsi dari PH terdakwa tersebut tidak dapat diterima," sebut Lenny di Ruang Sidang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (18/9/24) sore.
Kemudian, Hakim pun memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan agenda pembuktian hingga putusan akhir.
"Menyatakan surat dakwaan JPU tanggal 25 Juli 2024 telah memenuhi syarat untuk melanjutkan pemeriksaan perkara. Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," tandasnya.
Diketahui, dalam dakwaan dijelaskan bahwa perkara ini bermula pada Januari 2021 sekitar pukul 19.00 WIB lalu. Saat itu terdakwa bertemu dengan korban Muhammad Zulfan Tanjung dan bercerita mengenai ada pengerjaan sejumlah proyek di UIN SU.
Terdakwa menjanjikan kepada korban akan mendapatkan keuntungan besar dari pekerjaan proyek tersebut.
Terdakwa yang merupakan warga Jalan Makmur, Kelurahan Harjosari I, Kecamatan Medan Amplas, itu pun mengaku kepada korban bahwa dari sejumlah proyek tersebug sedang dikerjakannya dan sebagian masih sedang diproses.
Kemudian, terdakwa pun menyampaikan kepada korban ada proyek pembangunan pagar di Desa Sena, Kabupaten Deli Serdang, milik UIN SU yang katanya anggaran proyek tersebut sebesar Rp40 miliar.
Selain itu, terdakwa juga mengatakan kepada korban ada proyek lainnya. Sehingga, anggaran proyek seluruhnya senilai Rp60 miliar dan untuk mendapatkan proyek besar itu perlu ada teman untuk kerja sama modal.
Mendengar hal itu, korban pun merasa yakin akan memperoleh keuntungan dari pengerjaan proyek tersebut, sehingga korban pun setuju untuk ikut memberi modal.
Kemudian, korban memberikan modal senilai Rp700 juta kepada terdakwa dan Abdullah Harahap alias Asrul (belum tertangkap) dengan cara bertahap.
Setelah satu tahun lebih lamanya korban menunggu, proyek tersebut tidak kunjung didapatkan. Selanjutnya pada April 2022, proyek yang dijanjikan tersebut ternyata tidak ada dan uang korban juga tidak dikembalikan.
Akibat perbuatan terdakwa bersama Abdullah Harahap itu, korban mengalami kerugian mencapai Rp700 juta dan melaporkannya ke Polrestabes Medan.
Atas perbuatan tersebut, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana pencurian dan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 subsider Pasal Pasal 372 KUHP. (MC/DAF)