Ket Foto: Ilustrasi. |
Oleh: Faizah Amanda Maharani dan Yufada Hafidzah Prana
Mediaapakabar.com - Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan rokok elektrik atau vape semakin populer dikalangan masyarakat, terutama di kalangan anak muda. Hal ini didukung oleh data yang diperoleh dari survei perusahaan data pasar dan konsumen Statista Consumer Insights pada kuartal pertama 2023, bahwa 25% masyarakat Indonesia pernah setidaknya menggunakan rokok elektrik satu kali.
Maraknya penggunaan rokok elektrik dewasa ini sejalan dengan anggapan masyarakat yang menilai rokok elektrik sebagai alternatif rokok konvensional yang “Lebih aman” dengan menawarkan varian rasa yang lebih beragam.
Meskipun demikian, popularitas rokok elektrik yang tinggi juga diiringi dengan sejumlah kontroversi, termasuk potensi dampaknya terhadap kesehatan dan regulasi yang mengatur penggunaannya, terutama dari sisi cukai.
Guna mengendalikan peredaran dan dampak imbas konsumsi rokok elektrik, pemerintah mulai menerapkan kebijakan cukai. Cukai sendiri adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang tertentu yang memiliki sifat dan karakteristik khusus.
Dalam hal rokok elektrik, konsumsinya perlu dibatasi sehingga dikenakan cukai. Adanya cukai ini bertujuan untuk mengawasi aktivitas produksi, distribusi, hingga konsumsi rokok elektrik dan juga tentunya meningkatkan penerimaan negara.
Kebijakan ini tengah menjadi topik hangat, terutama setelah adanya kenaikan tarif cukai rokok elektrik per 1 Januari 2024 silam.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya, cukai rokok elektrik tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga mempengaruhi konsumen dan industri terkait.
Bagi konsumen, kebijakan ini dapat mempengaruhi daya beli dan pada akhirnya turut berpotensi mempengaruhi frekuensi konsumsi mereka. Sementara bagi industri, kebijakan ini dapat mempengaruhi harga jual yang ditawarkan ke pasaran dan model bisnis yang mereka terapkan.
Lebih jauh lagi, penerapan cukai rokok elektrik menjadi krusial karena melibatkan keseimbangan antara upaya pemerintah dalam mengontrol dampak produk terhadap masyarakat dan keberlanjutan sektor bisnis rokok elektrik di Indonesia.
Maka dari itu, pemerintah memainkan peran penting dalam mengatur penerapan cukai iniagar dapat berjalan efektif melalui pengendalian konsumsi sekaligus menjaga penerimaan negara dengan tetap mempertimbangkan antara kebutuhan pasar dan regulasi yang berlaku.
Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya, kebijakan ini menghadapi tantangan yang mempengaruhi efektivitasnya serta memberikan dampak signifikan bagi masyarakat dan industri.
Jika dilihat dari sisi industri dalam hal tenaga kerja, cukai rokok elektrik tidak berdampak langsung kepada tenaga kerja karena termasuk ke dalam industri padat teknologi.
Hal ini dikarenakan proses produksinya yang lebih banyak mengandalkan teknologi seperti mesin dengan kontribusi tenaga kerja manual yang minimal, tidak seperti rokok konvensional.
Namun, jika dilihat dalam hal penguasaan pasar, terlihat potensi bahwa akan terdapat tantangan dalam penerapan cukai rokok elektrik bagi industri. Ketika cukai rokok elektrik diberlakukan, tidak sedikit produsen rokok elektrik akan cenderung menaikkan harga produknya untuk menutupi biaya tambahan tersebut.
Adanya perubahan harga dapat memicu konsumen untuk mencari alternatif lain dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini dapat menimbulkan potensi peningkatan produk ilegal akibat adanya kenaikan harga.
Rahmat Subagio, Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Banten menjelaskan bahwa merekatelah melakukan pemusnahan rokok tanpa cukai atau rokok ilegal yang kini menggurita diBanten pada 12 November 2024 lalu.
Diketahui bahwa Bea Cukai Banten memusnahkan 12 truk kontainer barang-barang ilegal dengan nilai Rp52,31 miliar di Lapangan ICE BSD,Tangerang. Produk impor maupun lokal, mulai dari rokok hingga minuman beralkohol ini berpotensi merugikan negara Rp37,85 miliar.
Rokok ilegal ini tidak hanya merugikan darisegi penerimaan pajak negara tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat di pasar. Kondisi ini mengindikasikan perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk mengurangi peredaran rokok ilegal agar keberlangsungan industri rokok resmi tetap terjamin.
Kenaikan tarif cukai rokok elektrik juga dapat berakibat langsung pada harga jual di pasaran, yang akhirnya berpotensi mempengaruhi perilaku konsumen.
Pandangan konsumen mengenai diterapkannya tarif cukai sering kali terbagi antara cukai sebagai pengendalian eksternalitas negatif dari barang atau jasa tertentu, dalam hal ini sebagai alat pengendalian konsumsi, namun terdapat juga yang memandang cukai hanya sebagai beban tambahan dalam biaya hidup.
Hal ini terlihat dari pencatatan realisasi penerimaan cukai rokok oleh Ditjen Beadan Cukai hingga bulan Agustus 2024 yang mencapai Rp1,65 triliun, dimana angka ini telah naik 49% dari tahun 2023, dimana mencerminkan peningkatan yang cukup signifikan dalam konsumsi masyarakat.
Perlu diingat kembali bahwa peningkatan ini terealisasi setelah diberlakukannya kebijakan kenaikan tarif cukai yang sudah diberlakukan sejak 1 Januari 2024. Meskipun tujuan awalnya adalah sebagai alat pengendalian konsumsi rokok elektrik, namun sepertinya tidak mengurangi konsumen masyarakat, bahkan terlihat bahwa terdapat pergeseran konsumen yang beradaptasi dengan perubahan harga.
Agar terciptanya keefektifitasan dalam implementasi kebijakan cukai rokok elektrik ini, diperlukan adanya keseimbangan antara fungsi cukai sebagai pengendali aktivitas konsumsi sembari tetap melindungi industri lokal.
Selain itu, untuk dapat mencapai tujuan cukai dalam menekan efek negatif pada masyarakat dan lingkungan, kebijakan ini perlu diimbangi dengan upaya edukasi pada masyarakat mengenai risiko dari rokok elektrik itu sendiri.
Penulis merupakan Mahasiswi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia