Mediaapakabar.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) memastikan komitmennya mengawal jalannya sidang kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) yang tengah berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.
MAKI juga mendukung langkah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) yang mematuhi permintaan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang untuk memblokir uang ganti rugi (UGR) atau konsinyasi dalam proyek tersebut.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengungkapkan bahwa pemblokiran UGR dilakukan berdasarkan permintaan Kejari Sumedang pada 6 Juni 2024 karena adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pengalihan hak kepemilikan tanah.
"Langkah BTN yang memblokir dana tersebut sudah sesuai aturan dan tidak dapat dipermasalahkan secara hukum," ujar Boyamin dalam keterangan persnya, Jumat (27/12).
Namun, Boyamin menyoroti adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu agar BTN mencairkan dana UGR tersebut kepada ahli waris yang belum tentu berhak secara hukum. Ia menyebut tekanan semacam ini sebagai bentuk Obstruction of Justice yang dapat dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Dalam persidangan kasus korupsi Tol Cisumdawu yang digelar 12 Desember 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sumedang mengungkapkan bahwa perkara ini melibatkan lima terdakwa, yakni:
1. H. Dadan Setiadi Megantara – Pemilik lahan di Desa Cilayung.
2. Agus Priyono – Pensiunan PNS BPN Sumedang, mantan Ketua Satgas B Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T).
3. Atang Rahmat – Mantan Anggota Tim P2T.
4. Mono Igfirly – Pejabat Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
5. Mushofah Uyun – Mantan Kepala Desa Cilayung.
Kasus ini bermula dari proses pembebasan lahan pada 2019-2020 untuk pembangunan Tol Cisumdawu seksi 1 di Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Jaksa mendakwa para terdakwa melakukan pengalihan hak kepemilikan tanah setelah adanya penetapan lokasi oleh Gubernur Jawa Barat pada 2005.
Selain itu, terdapat dugaan manipulasi data kepemilikan lahan dan penilaian harga tanah yang tidak wajar. Harga tanah yang seharusnya berkisar Rp1 juta hingga Rp3 juta per meter dipatok hingga Rp6 juta per meter, sehingga diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp130 miliar.
Boyamin menegaskan, BTN bertindak benar dengan menahan pencairan UGR hingga ada putusan hukum tetap. "BTN justru akan menghadapi risiko hukum jika mencairkan dana tersebut sebelum putusan pengadilan yang incracht," tegasnya.
MAKI juga mengingatkan semua pihak untuk menghormati proses hukum dan tidak menekan BTN. "Putusan pengadilan bisa saja memutuskan seluruh dana UGR dirampas untuk negara atau hanya sebagian yang diberikan kepada pihak yang berhak," tambah Boyamin.
Sebagai langkah lanjutan, MAKI berencana melaporkan pihak-pihak yang diduga melakukan tekanan kepada BTN ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dugaan menghalangi penegakan hukum.
Dengan nilai strategis proyek Tol Cisumdawu sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), MAKI menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan dalam kasus ini.