Kombes Donald mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya di PTDH. (foto : dok) |
Mediaapakabar.com - Mantan Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak yang telah resmi dipecat Polri, kini harta kekayaannya juga jadi sorotan publik. Dia diketahui tak pernah melapor kekayaannya pada LHKPN/KPK.
Padahal dirinya seharusnya sudah berstatus wajib lapor LHKPN sejak menjadi Kapolres Samosir pada 2016. Namun, sejak saat itu dia tidak pernah melaporkan harta kekayaannya kepada instansi terkait.
Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dipecat terkait kasus yang memeras para penonton asal Malaysia di konser musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Jabatan strategis terakhir yang dipegang oleh Donald sebelumnya yakni Direktur Reserse Narkoba (Dirnarkoba) di wilayah hukum Kepolisian Daerah atau Polda Metro Jaya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Muhammad Choirul Anam mengungkapkan hal itu pada pers, kemarin.
Muhammad Choirul menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat terhadap Kombes Donald.
Putusan itu diberikan setelah menjalani sidang pelanggaran kode etik dan profesi Polri (KEPP) pada Selasa (31/12/2024).
" Keputusan PTDH untuk Direktur Narkoba (Donald Parlaungan). Terus Kanitnya juga di PTDH," ujarnya usai sidang KEPP, Rabu (01/01/2025).
Selain itu, sidang etik tersebut juga digelar untuk Kasubdit dan Kanit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.
Terpisah, Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, juga membenarkan terkait dengan pemecatan terhadap Kombes Donald Simanjuntak.
" Terhadap terduga masing-masing 2 terduga pelanggar telah diberikan putusan Majelis Komisi Sidang Kode Etik Profesi Polri dijatuhi sanksi berupa Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PTDH)," sebutnya.
Terkait penangkapan mantan direktur narkoba itu karena disebut membiarkan praktik pemerasan terhadap para penonton Djakarta Waarehouse Project (DWP) 2024.
Kepala Biro Pengawasan Penyidikan dan Pembinaan Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigjen Agus Wijayanto mengatakan, Donald mengetahui adanya praktik pemerasan itu tetapi tidak mengambil langkah tegas untuk menghentikannya.
" Seorang pimpinan harusnya memiliki kewajiban untuk melarang atau menghentikan kegiatan yang melanggar aturan. Namun, jika hal itu dibiarkan, maka tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan pimpinan," tuturnya di TNCC Markas Besar Polri, Kamis (02/01/2025).
Agus mengatakan, sesuai dengan arahan Kapolri, seorang pimpinan harus mampu bertindak cepat untuk mencegah pelanggaran di lingkungannya.
" Dalam kasus ini, Donald gagal melaksanakan kewajibannya, yang menjadi bagian
dari pembiaran," tandasnya. (MC/HAP)